Rabu, 26 Desember 2012

Buah Cinta itu Sekarang Berwarna Kuning

Love is blue, senandung penyanyi legendaris Amerika Serikat, Frank Sinatra. Buat Andi Marthen Pattunru cinta itu merah dan kuning.

Andi Marthen Pattunru bagai mendapat durian runtuh. Empat tanaman dari ratusan pot buah cinta yang ia pelihara di kebunnya di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, mengeluarkan buah berwarna kuning. Padahal, lazimnya buah cinta Ochrosia oppositifolia berbuah merah cerah.



Semula pemilik nurseri Belantara Flora itu menduga warna kulit buah kuning itu akibat pertumbuhan buah yang abnormal. Maklum, tanaman anggota famili Apocynaceae itu semula tumbuh di Tanjungbira, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Tanjungbira berlokasi di tepi laut dengan iklim panas. Desa Cijayanti berketinggian sekitar 150-200 meter di atas permukaan laut (m dpl) dan berhawa sejuk.

Lagipula seumur hidup Andi di Tanjungbira, belum pernah sekali pun menemukan buah cinta berwarna kuning. Andi baru menemukan buah cinta berkulit kuning di Bogor. “Nanti saat berbuah selanjutnya warna buah juga akan kembali merah,” kata pria yang intensif melakukan kegiatan eksplorasi buah cinta di Tanjungbira sejak 2008 itu menduga-duga.

Namun, dugaan Andi meleset. Pascatemuan pada setahun silam itu, empat pot buah cinta itu kembali menghasilkan buah berwarna kuning pada musim-musim buah berikutnya. Andi menghitung sudah tiga-empat kali tabulampot buah cinta itu menghasilkan buah berwarna kuning. Termasuk ketika Andi memboyong tanaman kerabat kamboja itu ke kebun baru di Kampung Buntar, Desa Muarasari, Kecamatan Tajur, Kabupaten Bogor.

Kondisi ekstrem

Penduduk Tanjungbira mengenal buah cinta sebagai pengka-pengka. Tanaman kerabat adenium itu tumbuh di hutan-hutan. Penduduk kerap mengonsumsi buahnya ketika sedang mencari kayu bakar di hutan sebagai salah satu sumber stamina. Buah pengka-pengka yang tumbuh berdempet membentuk seperti hati berkulit hijau saat muda. Warna kulit berubah menjadi merah ketika matang.

Menurut ahli botani alumnus University of Birmingham, Gregori Garnadi Hambali, varian warna buah cinta kemungkinan karena sifat resesif yang muncul akibat pengaruh kondisi tertentu. Misal perubahan suhu atau intensitas sinar matahari yang ekstrem yang diterima tanaman. “Kondisi seperti itu mampu mengubah susunan genetik tanaman sehingga terjadi mutasi,” kata Greg.

Periset di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Prof Dr Tukirin Partomihardjo, menuturkan habitat buah cinta di daerah pantai yang berbatu-batu. Tanjungbira yang berbatu-batu dan bersuhu panas dengan paparan sinar matahari terik salah satu habitat yang cocok. Andi memboyong pengka-pengka ke kawasan Bogor yang elevasinya lebih tinggi dan berudara relatif sejuk.

Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Tropika, Dr Ir Catur Hermanto MP, berpendapat senada. “Di alam, variasi pada warna dan bentuk buah bisa juga muncul akibat perubahan kondisi habitat,” tutur Catur. Misalnya terjadi bencana alam di habitat yang menyebabkan pepohonan yang tumbuh di sekitar tanaman buah cinta tumbang. Akibatnya, tanaman buah cinta yang semula ternaungi pohon-pohon besar, tiba-tiba menjadi terpapar sinar matahari penuh. Perubahan kondisi itu membuat tanaman melakukan adaptasi. Dalam proses adaptasi itulah terjadi perubahan karakter tanaman.

Catur menuturkan, varian buah cinta itu mungkin saja sudah ada sejak lama di alam. Namun, karena populasinya sangat sedikit, warga setempat tidak mengenal adanya pengka-pengka berbuah kuning.

Menurut Andi bentuk daun dan bunga buah cinta kuning sama dengan buah cinta merah. Bedanya pada buah muda berwarna hijau dengan bercak-bercak kuning. Sementara pada buah cinta merah hijau polos. ”Rasa buah cinta kuning matang lebih manis dibandingkan dengan buah cinta merah. Tekstur daging buah juga lebih empuk,” kata Andi. Ciri buah matang warnanya kuning cerah dan buah mudah lepas dari tangkai saat disentuh.

Dari alam

Buah cinta kuning di kebun Andi dari tanaman asal anakan di habitat aslinya yang didapat pada 2011. Penyuka snorkeling itu mengandalkan pasokan bibit dari alam karena masih kesulitan memperbanyak buah cinta. Andi pernah mencoba memperbanyak dengan cangkok dan setek batang. Namun, dari 100 tanaman hasil cangkok, hanya 1-2 tanaman yang berhasil tumbuh menjadi besar. Perbanyakan dari biji, gagal juga. Tak satu pun biji yang ia semai tumbuh.

Catur menduga biji gagal tumbuh karena mengalami dormansi. Menurut Tukirin dormansi merupakan strategi tanaman untuk menyesuaikan diri dari keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Kondisi tanaman tidak mengalami pertumbuhan itu akan terjadi lebih panjang ketika tanaman hidup bukan di habitat alaminya. “Umumnya biji keluarga Apocynaceae mengalami masa dormansi yang panjang, di alam bisa mencapai setahun,” katanya.

Di alam masa dormansi usai saat tanaman berada kembali dalam kondisi menguntungkan seperti adanya ketersediaan air, panas, dan kelembapan yang sesuai. Masa dormansi biji buah cinta belum diketahui.

Dengan kondisi seperti itu pantas Andi bagai mendapat durian runtuh ketika mendapatkan tabulampot buah cintanya menghasilkan buah berwarna kuning. “Keunikannya dapat menjadi daya tarik bagi kolektor tanaman buah unik untuk mengoleksi,” kata penangkar buah di Bogor, Eddy Soesanto. Jadi Frank Sintra, cinta itu bukan hanya biru, tapi juga merah dan kuning. (Pressi Hapsari Fadlilah)
warning: artikel ini cuma copypaste dari web trub*s online 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar